Senin, 31 Oktober 2016

Perempuan yang Kecewa

Bukan hal mudah menerima apapun yang dilalui. Sabar itu tidak ada batasnya, kata ibu. Tapi ketahuilah bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki banyak keterbatasan. Tuhan mengerti itu. Dia tidak pernah menuntut apapun dariku. Tuhan selalu menyerahkan segalanya di atas telapak tanganku. Aku bisa bersabar. Tapi ternyata aku bukan malaikat, aku bukan nabi, aku bukan perempuan di zaman nabi yang memiliki kesabaran tingkat tinggi. Ternyata aku juga bisa kecewa, sungguh.

Aku bisa menunggu lama, bahkan sangat lama. Aku mampu mencintai seseorang sejauh apapun. Aku mampu bahagia tanpa harapan. Tapi ternyata aku juga manusia. Aku adalah manusia yang hanya mengerti bahwa aku bisa mencintai dan sewaktu-waktu Tuhan bisa mengambil segala kebahagiaanku kemudian mengubahnya menjadi kekecewaan yang berkali-kali lipat.

Ya Tuhan.

Tak ada yang tahu bagaimana aku menunggu dan mencintai. Tidak ada. Tidak ada yang mengerti bahwa cinta yang kupunya adalah anugerah terindah dari Tuhan yang begitu aku syukuri. Tapi kembali lagi, aku hanya akan mencintai seorang dan tidak lepas dari harapan. Kadang aku benci berharap. Tapi harapan adalah hal yang manusiawi kurasa. 

Cukup berharap pada takdir Tuhan saja, jangan pada selainNya. Sungguh, aku berani bersaksi atas itu. Aku mencintai seorang lelaki dan kecewa. Dan aku hanya ingin bahagia. Demi Tuhan itu saja. Aku tidak bersalah atas itu, bukan?

Kata Tuhan, aku tidak boleh bersedih terlalu lama. Dia masih memelukku untuk bahagia lebih lama, bahkan seharusnya selamanya. 

Kepada (A.S.R.) lelaki yang aku cintai, maafkan aku belum bisa menjadi perempuanmu yang baik. Aku mencintaimu sebagai diriku sendiri. Aku mencintaimu tanpa alasan apapun. Aku mencintaimu tanpa ingin berhenti. Aku mencintaimu sekalipun kau tak ingin. Aku mencintaimu meski hari ini aku sedikit kecewa. Itu saja.


Salam sayang,

S.N.R.

Jumat, 28 Oktober 2016

Hanya Aku dan Tuhan

Jum'at yang basah. Aku kembali mengenang kesedihan demi kesedihan. Tapi aku tidak bersedih, hanya sekadar mengenang saja. Aku mengingat kembali do'a yang ingin aku kekalkan hari ini. Semuanya tidak benar-benar cukup. Dalam setiap tetesnya, hujan selalu menyimpan luka tersendiri. Tapi aku selalu suka hujan. Ketika hujan aku bisa berdo'a lebih lama, menemui Tuhanku lebih dekat lagi.

Tuhan. Dia ada bersamaku lebih dekat dari aliran darahku sendiri. Lihat saja bagaimana Dia membiarkanku terus bersandar pada-Nya, mengamati hal tersebut bukan perkara mudah, padahal baik. Dia hanya ingin aku mencintai-Nya lebih dari apapun, lebih dari siapapun. Aku ingin terus memeluknya dan bahagia. Melupakan kesedihan demi kesedihan.

Dia memelukku begitu erat. Ketika dia meninggalkanku, Dia semakin kuat memeluk tubuh dan hatiku. Dia Tuhanku yang menakjubkan. Aku sudah tidak bisa bersedih lagi sekarang. Aku hanya tahu bahwa aku mencintainya lebih dari siapapun saat ini. Aku ingin kembali jadi hamba-Nya yang cantik. Yang dicintainya. 

Oh Tuhanku, aku mencintai-Mu dan biarkan aku mencintai-Mu.

Salam sayang,

S.N.R.

Kamis, 27 Oktober 2016

Ketika Aku Harus Memilih

Kalian tahu, anak-anakku mencintaiku dengan cara yang begitu mengagumkan. Mereka begitu suka menyatakan cinta setiap harinya, setiap waktu ketika bersamaku. Itu sangat menyenangkan sungguh. Aku adalah perempuan yang patah hati tapi masih bersyukur atas sebuah kebahagiaan. Mereka yang menjadi sebab-sebabnya.

Baiklah, aku akan mulai menceritakan tentang mereka. Setiap hari mereka menulis surat cinta yang berisikan, "I LOVE YOU BU LIA". Saya hanya tertawa. Mereka selalu berkata aku tidak boleh sakit, aku tidak boleh izin tidak masuk kelas, aku tidak boleh mengajar di kelas lain, aku tidak boleh pergi meninggalkan kota ini. Mereka sangat manja. Tapi aku suka. Tingkah mereka polos dan membuat aku begitu merasa berharga.

Setiap pagi mereka menghampiriku dengan mencium tangan dan kedua pipiku. Oh, itu sungguh sangat romantis. Setiap kepulangan sekolah pun seperti itu. Dengan polosnya mereka berkata, "Ibu Lia jangan pernah pergi." 

Kadang aku tidak ingin mereka dewasa. Tapi pasti mereka akan dewasa. Semoga Tuhan selalu membahagiakan mereka.


Salam sayang,

S.N.R.

Selasa, 25 Oktober 2016

Tuhan Menguatkanku

Penggantimu aku yakin bukan untuk dicari, Ad. Semakin keras aku berusaha mencari, maka aku tidak akan pernah menemukannya. Aku hanya bisa diam saat ini. Menulis dan menikmati perasaan yang ternyata tidak pernah bisa kuutarakan lebih jauh lagi. Cinta ini terlalu menyenangkan untuk kulupakan begitu saja. Meskipun aku merasakannya sendirian, tanpamu, dan melihatmu tertawa di pelukan orang lain.

Tuhan menguatkanku. Ya, Dia menguatkanku walau air mata terjatuh ke tanah. Dia memegang erat hatiku sekalipun aku sedang merasa kehilanganNya dan diriku sendiri. Dia menguatkanku. Dia tidak meninggalkanku, Ad. Dia memintaku untuk tetap bahagia mencintaimu dengan memilikiNya. Oh, sungguh Dia begitu baik.

Aku pernah begitu egois memaksamu untuk tetap bersamaku. Tapi aku sadar, tidak ada yang boleh aku paksakan. Bahagia selalu, Ad. Do'aku selalu bersamamu, menyertaimu.


Salam sayang,

S.N.R.


Untukmu,

A.S.R.

Aku Ikhlas

"Aku ikhlas melepaskanmu, Ad. Aku ikhlas."


Tidak mudah melepaskan siapapun yang dicintai untuk hidup dengan orang lain. Tapi itu yang harus aku lakukan. Karena tidak semua cinta berhak memiliki tuannya. Aku mencintainya jauh lebih besar dari cintanya padaku. Aku tidak pernah tahu apakah dia mencintaiku atau tidak. Cinta selalu memiliki tempatnya masing-masing. Tidak ada cinta yang benar-benar hilang. 

Kali ini dia mulai melangkah pergi. Pergi ke pelukan orang lain. Pergi untuk mencintai orang lain. Ada sebuah kesedihan yang tidak bisa diungkapkan. Hanya saja, aku harus merelakannya untuk bahagia dengan siapapun itu. Aku mencintainya. Aku tahu setelah aku membalikkan badanku untuk pergi darinya, aku hanya akan mencintainya seorang diri.

Aku masih memiliki keyakinan itu. Hanya aku tahu diri, bahwa aku dan dia milik Tuhan, milik takdir. Aku tidak ingin memaksakan apapun. Demi Tuhan. 

"Ad, bahagia selalu untukmu. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Dengan siapapun kamu hari ini, berjanjilah padaku kamu akan melakukan segalanya dengan cinta. Karena cinta akan membahagiakanmu dengan keyakinan. Maafkan aku, Ad. Aku belum bisa menjadi perempuanmu yang baik. Bahagia selalu sayangku. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."


Salam sayang,

S.N.R.

Senin, 24 Oktober 2016

Bukan Hanya Mencintai Dia, Tapi Juga Keluarganya

Penolakan memang bukan hal yang menyenangkan. Bahkan mungkin bisa berujung sakit hati, benci, atau bahkan dendam. Tapi tidak denganku. Penolakan yang aku alami justru membuatku semakin mencintai lelaki itu, bahkan keluarganya. Entah bagaimana bisa Tuhan membuat hatiku begitu bahagianya ketika senantiasa melihat kebahagiaan mereka di kejauhan.

Belum lama ini adik perempuan lelaki yang aku cintai itu mengukuhkan selesainya jenjang pendidikan S2-nya. Dia posting foto-foto kebahagiaan mereka. Aku tersenyum. Ada kebahagiaan yang tidak bisa aku jelaskan di sana. Kadang di benakku terbersit, "Seandainya ada aku di tengah-tengah mereka." Ah, tapi itu tidak mungkin. Melihat kebahagiaan mereka saja sudah sangat cukup bagiku. Aku tidak begitu mengenal mereka, tapi ada kedekatan antara hatiku dengan mereka.

Ibu, ibu dari lelakiku. Aku melihat bagaimana matanya yang teguh dan menyimpan resah, tapi masih saja terlihat begitu teduh. Ketika ibu tersenyum, ada kebahagiaan yang tak ingin banyak aku ceritakan. Sebab ketika aku bertemu dengannya, aku hanya melihat gelisah. Dan sungguh aku merasa bersalah.

Mereka adalah keluarga yang baik. Aku tidak ingin sebab sifat egoku, justru menjadi peyebab kesedihan mereka. Aku hanya ingin melihat mereka bahagia, sekalipun aku tidak berada di tengah mereka. Aku sendiri tidak mengerti bagaimana aku mencintai lelaki itu dan keluarganya, tapi sungguh aku mencintai mereka lebih dari yang mereka pahami tentang perasaanku.


Salam sayang,

S.N.R

Untuk 
A.S.R. dan keluarga.

Sabtu, 22 Oktober 2016

Perbedaan

"Aku dan dia berbeda, sangat berbeda. Aku mencintainya dengan kesadaran penuh bahwa dia adalah orang baik-baik sementara aku bukan. Tapi aku mencintainya dan dia masih bagian dari alasanku berdo'a."

Kami berbeda. Bukan soal agama. Tapi tidak terlepas dari kami menjalaninya. Dia adalah lelaki yang terlahir dari keluarga baik dan agamis, dibesarkan di lingkungan yang baik, bahkan di salah satu pondok pesantren ternama di Indonesia. Sementara aku besar di lingkungan yang biasa saja dan besar dengan pendidikan pada umumnya. 

Aku mengenalnya sebentar saja. Belum terlalu lama, tapi Tuhan begitu erat menanamkan wajahnya di benakku. Dia adalah lelaki yang tidak biasa. Dia sangat mengagumkan bagiku. Aku mencintainya. Dia mengajarkanku banyak hal, yang utama adalah berdo'a. Dia seperti keyakinan baru setelah hilang keyakinanku dalam waktu yang lama, di masa lalu.

Tapi aku dan dia tidak pernah tahu bagaimana takdir menuliskan nama kami. Aku masih belum memastikan hal itu. Bahkan kelakuanku saja belum baik. Sementara jika aku ingin meminta dia kepada Tuhan, aku harus menjadi perempuan yang baik terlebih dahulu.

Dia adalah lelaki berpendidikan. Lulusan S2 di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Tentu saja akan banyak perempuan hebat yang ingin menjadi pendamping hidupnya sebab dia adalah lelaki yang berkualitas. Tapi aku tidak pernah mau tahu hal apapun kecuali bahwa aku mencintainya saat ini dengan alasan bahwa aku mencintainya. 

Bagiku, cinta adalah sesuatu yang fitrah, dasar dari hidup manusia. Keabadian yang tidak pernah bisa diungkapkan dengan lisan. Tuhan yang telah menganugerahkannya. Begitupun aku kepadanya.

Jika Tuhan memperkenankan aku bersamanya, aku sangat bersyukur dan bahagia. Menjadi bagian dari hidup dan kebahagiaannya. Jika Tuhan tak memperkenankan aku bersamanya, aku hanya akan terus berdo'a dia bahagia dengan siapapun yang mencintai dan dicintainya.


Salam sayang,

S.N.R.

Sabtu, 15 Oktober 2016

Perempuan Milik Tuhan

"Sekeras apapun menghindar, tetap saja aku adalah milik Dia. Tuhan yang aku cintai."

Tidak ada yang bisa menghindari kehebatan Dia, Tuhan yang aku cintai. Sekeras apapun menghindar, tetap saja aku milikNya. Bodoh sekali ketika aku memutuskan untuk melupakanNya, sementara Dia ada di dalam diriku. Aku adalah perempuan milik Tuhan. Akku mencintaiNya dan Dia mencintaiku. 

Percayalah, tidak ada kekasih sekeren Dia di belahan bumi manapun. Dia tidak pernah meninggalkanku. Dia selalu ada dalam keluh kesahku. Aku pernah mencoba pergi dariNya, tapi Dia terus saja memelukku dengan begitu eratnya. Aku bisa apa?

Aku menemui Dia kembali. Dia masih merentangkan tanganNya untuk menyambut pelukanku. Ah, Dia itu sangat romantis. Aku tak mengenal surga atau neraka, yang aku pahami hanya aku ingin terus mencintai dan bersamaNya setiap waktu. Sederhana saja. 

Aku tak pernah tahu Dia seperti apa. Aku hanya mengerti Dia ada dalam langkahku, senyumanku, sedih, dan segala kedukaanku. Dia itu sangat luar biasa. Tidak ada yang mampu menyentuh hatiku sedalam Dia. 

Aku mencintaiNya dengan caraku. Dan aku ingin terus mencintaiNya dengan cara yang tidak dimiliki banyak orang. Aku adalah milikNya. 

Aku kadang suka membuatNya cemburu, semoga saja Dia tidak marah kepadaku. Ketika Dia cemburu apapun akan dilakukan agar aku kembali ke pelukanNya. Tuhanku itu sangat manis. Aku bukan perempuan shalihah, tapi Dia menjagaku lebih dari aku menjaga diriku sendiri. Dia selalu berkata, "Aku mencintaimu, hambaKu yang cantik." Dan sungguh tidak ada pernyataan paling membahagiakan selain hal tersebut.

Aku belum menikah. Bukan Dia tidak ingin aku menikah, hanya saja yang aku pahami Dia ingin agar aku menikah dengan seseorang yang akan membahagiakanku dan tidak membuat kesedihan di hidupku. Aku tahu bahwa Dia hanya ingin pilihanNya tepat untuk mendampingiku menujuNya.

Tuhan, Aku MencintaiMu!


Salam sayang,

S.N.R.

Jumat, 14 Oktober 2016

MENCINTAI TAKDIR

Kalian tahu yang paling sulit bagi seseorang adalah menerima takdir dan keadaan. Terlebih jika tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Kebanyakan "sindrom galau" dan ketidakmampuan menerima kenyataan lahir dari perasaan yang menggebu-gebu, harapan, keinginan yang tidak terealisasi kemudian berubah menjadi kekecewaan dan berujung pada kehilangan Tuhan. 

Sebagai penulis, saya pernah mengalami fase di mana Tuhan ada tapi tidak saya hidupkan di dalam diri saya. Ini sangat terdegar konyol, tapi begitulah kenyataannya. Saya pernah mencintai kemudian kehilangan yang dicintai, hingga saya menyalahkan keadaan dan Tuhan. 

Semakin kita menyalahkan Tuhan, maka semakin rusak hati dan hilang arah di kehidupan kita sendiri. Bersedih itu manusiawi, tapi adakalanya kita berpikir bahwa kecemburuan Tuhan itu sangat dahsyat adanya. Saya saksi hidup atas hal tersebut.

Takdir harus dicintai. Jangan disalahkan terus-menerus, karena tidak ada yang salah dari takdir. Kalian dan saya hanya perlu bersyukur dan jangan teralu banyak berharap pada seorang pun atau benda dalam bentuk apapun di muka bumi ini. Tuhan mencintai saya dan kalian. Jangan buat Tuhan cemburu, cintai Dia dan takdir yang telah menjadi ketetapanNya. Kita pasti akan bahagia.


Sekian,
Salam sayang

S.N.R