Bukan hal mudah menerima apapun yang dilalui. Sabar itu tidak ada batasnya, kata ibu. Tapi ketahuilah bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki banyak keterbatasan. Tuhan mengerti itu. Dia tidak pernah menuntut apapun dariku. Tuhan selalu menyerahkan segalanya di atas telapak tanganku. Aku bisa bersabar. Tapi ternyata aku bukan malaikat, aku bukan nabi, aku bukan perempuan di zaman nabi yang memiliki kesabaran tingkat tinggi. Ternyata aku juga bisa kecewa, sungguh.
Aku bisa menunggu lama, bahkan sangat lama. Aku mampu mencintai seseorang sejauh apapun. Aku mampu bahagia tanpa harapan. Tapi ternyata aku juga manusia. Aku adalah manusia yang hanya mengerti bahwa aku bisa mencintai dan sewaktu-waktu Tuhan bisa mengambil segala kebahagiaanku kemudian mengubahnya menjadi kekecewaan yang berkali-kali lipat.
Ya Tuhan.
Tak ada yang tahu bagaimana aku menunggu dan mencintai. Tidak ada. Tidak ada yang mengerti bahwa cinta yang kupunya adalah anugerah terindah dari Tuhan yang begitu aku syukuri. Tapi kembali lagi, aku hanya akan mencintai seorang dan tidak lepas dari harapan. Kadang aku benci berharap. Tapi harapan adalah hal yang manusiawi kurasa.
Cukup berharap pada takdir Tuhan saja, jangan pada selainNya. Sungguh, aku berani bersaksi atas itu. Aku mencintai seorang lelaki dan kecewa. Dan aku hanya ingin bahagia. Demi Tuhan itu saja. Aku tidak bersalah atas itu, bukan?
Kata Tuhan, aku tidak boleh bersedih terlalu lama. Dia masih memelukku untuk bahagia lebih lama, bahkan seharusnya selamanya.
Kepada (A.S.R.) lelaki yang aku cintai, maafkan aku belum bisa menjadi perempuanmu yang baik. Aku mencintaimu sebagai diriku sendiri. Aku mencintaimu tanpa alasan apapun. Aku mencintaimu tanpa ingin berhenti. Aku mencintaimu sekalipun kau tak ingin. Aku mencintaimu meski hari ini aku sedikit kecewa. Itu saja.
Salam sayang,
S.N.R.