Rabu, 30 November 2016

Surat Terbuka Untuk Satu Desember

Surat ini kutulis pada detik-detik kebahagiaanmu. Telah kupersiapkan banyak do'a dan senyuman yang tertahan untuk menyambut binar di matamu. Ada banyak hal yang ingin kuberikan, namun terlalu tidak mungkin kurasa. Hanya ini kupersembahkan dari kejauhan. 

Selamat ulang tahun, lelaki yang kukasihi yang tertahan hujan dan malam. Aku menyadari bahwa aku tidak akan lagi bisa menemuimu saat ini kecuali bila Tuhan menghendaki. Aku tahu bahwa kau pun tidak ingin menemuiku entah sampai kapan. Tapi tak mengapa. Kau dan aku bisa menjaga diri satu sama lain bukan? Maka dari itu hanya ini kuberikan sebagai sesuatu yang semoga saja berkenan. 

Aku tidak tahu apa yang harus kuucapkan, selain teruslah bahagia dengan apapun dan siapapun. Teruslah tersenyum dan tertawa. Jangan pernah bersedih dan ragu atas segala sesuatu. Berjalanlah dengan keyakinanmu. 

Kau tahu, setelah lama kita tidak bercengkrama aku hanya menghabiskan waktu dengan menulis dan membayangkan banyak hal. Kenangan dan masa depan. Jika suatu ketika aku melihatmu bahagia bersama seorang perempuan beruntung yang membantuku melengkapi kebahagiaanmu sebagai seseorang, maka aku bersama kalian dalam do'a. Aku sudah merelakan banyak hal, percayalah. Dan kau harus berjanji padaku untuk tetap menjadi lelaki yang baik dan mengagumkan. Jangan main-main lagi ya!

Pada usiamu saat ini, kau haruslah bertambah dewasa dan matang dalam segala hal. Rasa cinta terhadap Tuhan, KekasihNya, dan kedua orang tua harus terus menjadi keutamaan. Jangan nakal! Jangan bersedih! Jangan berhenti berdo'a! Kau tentu masih percaya bukan bahwa do'a memiliki kekuatan yang luar biasa. Jangan tinggalkan dzikir dan shalawat! Jangan kurus! Dan jaga dirimu baik-baik!

Terima kasih karena sudah memberikanku banyak pelajaran kehidupan. Terima kasih sebab sudah mengantarkanku kembali menemukan Tuhan. Terima kasih sudah menjadi alasan aku banyak berdo'a. Terima kasih sudah mengajarkanku untuk lebih kuat. Terima kasih sudah menjadi bagian dari hidupku yang tidak biasa. Terima kasih sudah menjadi lelaki yang terhormat. Terima kasih sudah menjadi seseorang yang menyenangkan. Terima kasih untuk semua kenangan. Terima kasih sebab menjadi perantaraku untuk lebih dan lebih lagi mencintai Tuhan.

Maafkan aku yang belum baik. Maafkan aku yang selalu menyebalkan. Maafkan aku yang mengganggumu. Maafkan aku untuk segala kesedihanmu. Maafkan aku yang tidak bisa membuatmu bahagia. Maafkan aku yang suka mengeluh. Maafkan aku yang terlalu berani. 

Bahagia selalu untukmu. Sampai detik ini perasaanku masih sama. Hanya keadaan yang berbeda. Berjanjilah padaku untuk selalu baik-baik saja. 

Untuk satu Desembermu, selamat ulang tahun, berkah selalu kehidupanmu.


Salam,

Nuzulia, 30 November 2016

Kamis, 24 November 2016

Maafkan Aku

Aku tidak mengerti dengan keadaan ini. Tiba-tiba kamu Ad, terasa begitu asing. Tatapanmu yang seolah tidak menginginkanku, atau bahkan mungkin membenciku. Aku tidak mengerti mengapa aku bisa melihatmu demikian. 

Aku sedih, sangat sedih. Aku tidak mengerti apa salahku kepadamu. Kamu semakin jauh Ad. Sungguh. Jika aku mempunyai salah padamu, aku minta maaf. 

Satu yang suatu saat kamu ketahui ketika aku masih ada atau tidak, aku mencintaimu. Meskipun aku tahu takdir tidak memperkenankan aku hidup bersamamu. 

Kamu boleh membenciku, itu hakmu Ad. Semoga Tuhan tidak marah atas perasaan yang masih tidak dapat aku kendalikan sepenuhnya. Aku tidak akan membencimu sampai kapanpun. Ketika kamu inginkan kepergianku, aku akan pergi. Tapi percayalah, aku pergi sebab aku mencintaimu. 

Maafkan aku Ad, untuk segala kesalahanku yang membuatmu terluka. Maafkan aku yang masih mencintaimu.


Salam sayang dariku,
Nuzulia

Selasa, 22 November 2016

Sebuah Do'a

Tuhanku, aku tidak tahu apa yang harus kuutarakan. Segalanya begitu sulit dan sangat kaku. Aku ingin menjadi seseorang yang hanya kepadaMu aku kembali dan mencintai. Aku tidak ingin mencintai selainMu, tak ada yang kuketahui lagi. Kau adalah keabadian, mencintaiMu pun begitu. Beri aku kesempatan menata kehidupan.

Aku pernah kehilanganMu dan tak ingin lagi. 

Tuhanku, bolehkah aku meminta? Jatuhkan hatiku pada seseorang yang menghantarkan cintaku semakin menjadi padaMu. Kumohon. Beri aku jalan untuk menjadi perempuanMu yang cantik. Beri aku kesempatan untuk menjadi hambaMu. 

Kuserahkan hidupku di tanganMu.


Salam sayang, 

Nuzulia

Sabtu, 12 November 2016

Khayalan

Cinta adalah sebuah masalah yang tidak pernah ingin aku selesaikan. Mencintai segaa kemungkinan, atau ketidakmungkinan. Segalanya sederhana saja, sungguh. Aku tidak pernah lelah mencintai meskipun telah patah berkali-kali. Toh aku sadar bahwa yang membuat patah bukan cinta, melainkan harapan.

Aku suka bermain-main dengan khayalan dibanding berurusan dengan kenyataan. Banyak orang menyebutku bodoh dan tidak realistis. Aku akui mereka benar. Aku lelah terluka. Aku malas berharap pada makhluk. Aku ingin cukup harapan kusandarkan pada Tuhan dan bahagia dengan khayalanku yang paling tidak masuk akal. Jika suatu ketika aku bisa mewujudkan khayalanku itu, maka itu hanya bonus.

Aku hanya perempuan yang patah dan terluka. Siapa peduli terhadap perasaanku hari ini jika bukan diriku sendiri? Tidak ada yang mampu membahagiakan jiwaku selain Tuhan dan aku. Tidak ada. 

Semua yang berjanji pasti mengingkari, meninggalkan, dan hilang. Menyebalkan! Aku lebih mirip perempuan dungu yang hidup dalam bayang-bayang harapan dan omong kosong. Sementara rasa cintaku abadi, kekal. Seperti doa-doaku. Hanya Tuhan yang tahu itu. 

Suatu ketika beberapa kawan bicara tentang banyak laki-laki yang 'mengajak serius', dan aku menolak karena satu hal, aku lelah bermain-main dengan kenyataan. Buat apa aku bermain-main lagi. Aku lebih suka bermain-main dengan khayalan dan mimpi-mimpiku saja, tidak untuk kehidupanku. Aku malas berurusan dengan omong kosong.


Salam sayang,
S.N.R.

Rabu, 09 November 2016

Tuhan, Aku MencintaiMu, Sangat MencintaiMu

Tuhan itu Maha Adil. Setelah kesedihanku, Dia berikan kebahagiaan yang berkali-kali lipat. Bahkan sangat tidak terkira. Aku tidak tahu harus mula dari mana. Semuanya terasa sangat cepat. Semalam aku mendapat sebuah pesan yang tidak aneh lagi bagiku, tapi cukup untuk membuat perasaanku sedih. Aku mencoba untuk tetap tenang meskipun tidak semudah yang dibayangkan. Tapi aku bisa sedikit tenang.

Setelah aku menikmati kesedihanku, aku memutuskan untuk menyendiri sepulang kuliah. Ternyata aku mendapat sebuah pesan ucapan terima kasih dari seseorang yang begitu aku kagumi di negeri orang. Ah, itu sangat menyenangkan. 

Bahasanya yang santun, membuatku semakin mengaguminya dan aku bisa mengurangi sedikit kesedihanku. Aku tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan cintaku kepada Tuhan selain dengan Aku mencintaiMu Ya Tuhan, sangat mencintaiMu!!


Salam sayang,

S.N.R.

Selasa, 08 November 2016

Curhat

Sepertinya ingin menangis saja. Tuhan terlalu mencintaiku sungguh. Ternyata menuju baik itu tidak pernah mudah. Perasaanku habis terkuras, air mataku juga. Aku kadang lelah, ingin menyerah saja. Tapi aku terlalu percaya pada cintaku terhadap apapun itu, terhadap siapapun.

Harapan, hanya itu mungkin yang tepat melukiskan luka dalam dadaku. Aku terlalu berharap. Sehingga aku tidak dapat meninggalkan apapun yang begitu aku cintai, yang begitu aku harapkan.

Kadang rasanya ingin mati saja, membunuh diriku sendiri dan segalanya. Ah, bodoh. Hanya karena cinta yang tak sampai aku patah hati sepatah-patahnya. Tidak tahu ini akan berakhir kapan, tentu saja ini akan cukup lama. Aku harus menunggu atau pergi aku tidak tahu. Sementara yang begitu aku cinta sudah benar-benar tidak menginginkan aku muncul di hadapannya. Aku bingung.

Aku masih mengharapkan kedatangannya, tapi aku mengerti dia tidak akan pernah datang. Kini aku hanya perempuan Tuhan yang berkali-kali merasa sangat rapuh, sementara aku tidak tahu apa yang dia rasakan saat ini.

Aku mencintainya, maafkan aku Tuhan. Aku masih begitu mencintainya. Tidak ada yang tahu akan hal itu. Dalam hatiku masih namanya yang melekat. Aku masih belum bisa meluruhkannya dalam hujan. Masih belum bisa. Dan tidak ada yang mengerti kecuali Engkau, Tuhanku.

Mungkin aku bodoh. Aku hanya seorang perempuan yang patah hati dan begitu percaya pada perasaanku sendiri. Padahal harapanku kosong, sudah mati. Dibunuh keadaan atau diriku sendiri.

Aku tidak ingin mengeluh. Aku hanya cerita, aku hanya curhat. Aku adalah perempuan yang kalah dengan perasaan. Tapi aku percaya bahwa tidak ada yang bisa menyalahkan perasaan. Aku ingin menangis. Entah menangis di mana. Aku ingin sendirian saja. Tanpa kawan, tanpa teman.

Aku ingin menghabiskan perasaanku seorang diri. Setelahnya aku ingin lepas dari apapun yang kunamai luka. Saat ini aku hanya sedang mencintai, jika itu sebuah kesalahan maka aku tidak ingin cepat memperbaikinya. Jika mencintai dia adalah kebodohanku hari ini, biarlah aku menjadi perempuan yang benar-benar bodoh.

Kelak saat dia membaca ini, mungkin aku sudah pergi atau sudah mati. Biarlah, setidaknya aku bisa menuliskan sesuatu. Meskipun itu sebuah kesedihan yang seharusnya kupendam sendiri. Cukup aku dan Tuhan saja.


Salam sayang,

S.N.R.

Perihal Mencintai

Perihal mencintai, tidak ada yang tahu kepada siapa cinta akan jatuh dan berlabuh. Kapan dan di mana. Cinta itu jorok, kata orang. Cinta adalah anugerah dari Tuhan yang sangat baik. 

Cinta tidak harus memiliki, katanya. Tapi pada kenyataannya tidak ada yang benar-benar sanggup menjalani kehidupan dengan segala yang tidak dicintai. 

Hakikat cinta adalah mencintai Tuhan. Tanpa Dia, kita bukan apa-apa bukan siapa-siapa. Pernikahan tanpa cinta pun terasa begitu hambar dan kosong. Namun terkadang kita harus menyerahkan segalanya pada Tuhan. Menikah atas cinta yang dipilihkan Tuhan. Atau melihat seseorang yang dicintai menikah dengan orang lain yang dipilihkan Tuhan. Ah, pedih.

Do'a adalah cara mencintai paling terhormat. Sementara ikhlas adalah cara mencintai paling mengagumkan. Sekalipun ikhlas itu sangat sulit.

Selamat mencintai dan bahagia. 


Salam sayang, 

S.N.R.

Entah

Sungguh aku hanya bisa mendo'akan dari kejauhan. Aku tidak bisa berbuat apapun saat ini. Aku mencintainya, mencintai keluarganya. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku hanya berharap mereka bahagia dan selalu berada dalam keadaan baik-baik saja.

Malam ini aku bermimpi. Entah apa yang menjadi dasar dari mimpiku, aku memimpikan ibu, bapak, dan adik perempuannya. Entah apa yang aku rasakan. Setiap melihat foto keluarga mereka, aku merasa tenang. Kadang rindu. Padahal tidak satu pun dari mereka menghendaki kehadiranku. Aku tidak tahu apa yang menjadi sebab dari perasaanku ini.

Aku hanya bisa berdo'a. Aku yakin suatu ketika aku akan bertemu lagi dengan mereka, kemudian memeluk ibunya. Itu keyakinanku yang entah akan terjadi atau tidak.


Salam sayang,

S.N.R.

Jumat, 04 November 2016

Surat Terbuka Untuk A.S.R.

Tuan,
tanpa mengurangi cinta dan rasa hormat
aku menulis ini.


Aku tahu telah lama kamu menghapus namaku dari do'a panjangmu. Tapi ketahuilah, kamu selalu mempunyai tempat sendiri dalam hati dan kehidupanku. Aku tidak tahu ini salah atau benar. Aku hanya memahami bahwa tidak ada yang benar-benar salah dan sepenuhnya benar. 

Aku masih mengingat namamu dengan baik. Nama yang selalu kutulis tanpa satu kekurangan. Nama yang selalu ada dalam dada. Nama yang masih kuharapkan bersanding denganku suatu ketika. Tapi aku sadar, keadaan tidak akan membuat harapan itu menjadi kenyataan. Sebab saat ini kamu sudah tidak lagi bersamaku, kamu sudah berada dalam kisah yang lain.

Kamu tahu, aku mencintaimu. Dan aku sudah tidak ingin mengungkapkan terang-terangan lagi di hadapanmu. Aku yakin itu tidak akan membuatmu mencintaiku, bahkan justru membenciku. Aku tidak ingin hal itu terjadi. Biarkan aku mencintaimu kini dalam diam yang tidak pernah aku suarakan. Biarkan aku mengenang segala yang pernah kita lalui. Biarkan aku mencintai segala yang kamu miliki. Biarkan aku mencintai kekuranganmu. Setidaknya hingga Tuhan berkata aku harus berhenti mencintaimu meskipun aku tak yakin untuk itu.

Aku ingin kamu baik-baik saja. Maka dari itu aku tidak ingin mengganggumu. Ketika kamu datang, pintu selalu kubuka lebar-lebar. Ketika kamu ingin pergi, maka pergilah jika memang dengan cara itu kamu akan bahagia. Aku tidak tahu dengan cara apa lagi mencintaimu selain berdo'a. Aku tidak tahu cara yang lain lagi. 

Terima kasih ya, kamu sudah mengajarkan aku banyak hal tentang kehidupan. Terima kasih kamu sudah menjadi bagian yang indah saat aku telah benar-benar jatuh. Terima kasih kamu sudah membawaku kembali untuk berdo'a. Terima kasih kamu sudah mengajarkan tabah dalam dadaku. Terima kasih kamu sudah begitu banyak berkorban waktu untukku. Terima kasih kamu menjagaku. Terima kasih kamu sudah berkenan menjaga perasaanku. Terima kasih kamu sudah sempat mencintaiku. Terima kasih kamu sudah sangat baik. Terima kasih kamu sudah berkenan untuk aku cintai. Terima kasih, terima kasih.

Maafkan aku belum sempurna. Maafkan aku yang tidak baik. Maafkan aku yang membuatmu bingung. Maafkan aku yang selalu membuatmu bersedih. Maafkan aku yang tidak pernah bisa membuat hatimu tenang. Maafkan aku belum bisa menjadi perempuan yang utuh. Maafkan aku yang seperti laki-laki. Maafkan aku yang memiliki langkah panjang. Maafkan aku yang selalu kekanak-kanakan. Maafkan aku yang selalu menyusahkanmu. Maafkan aku yang selalu merepotkanmu. Maafkan aku yang tidak bisa sehebat apa yang kamu katakan. Maafkan aku yang begitu mencintaimu.


Salam sayang,

Nuzulia

Jum'at Pagi, 4 November 2016

Pagi ini aku bersiap mengajar. Kulihat handphone sejenak, telepon berdering. Aku sedikit kaget melihat telepon dari dia. Lelaki yang masih begitu dahsyat menguasai perasaanku saat ini. Kuangkat teleponnya. Kami membicarakan hal yang tidak berhubungan dengan rasa cinta, hanya apapun yang seharusnya diselesaikan, mungkin. Meskipun aku tahu bahwa sebetulnya masih banyak persoalan yang belum kuselesaikan, terutama perasaanku.

Aku mencoba tenang menghadapinya. Aku tidak ingin terdengar bersedih, meskipun sebetulnya ada rasa itu di dada. Kudengar suaranya sayu dan lemah. Aku tak kuat. Aku ingin agar dia tidak bersedih atau merasa bersalah atas apapun. Aku hanya ingin dia tahu bahwa aku baik-baik saja agar dia pun merasa baik-baik saja. Aku ingin dia bahagia. Aku tidak peduli tentang perasaanku sendiri. Sebab itu aku tidak ingin egois, memaksanya untuk terus bersamaku.

Aku mencintainya, sangat mencintainya. Tapi aku tahu bahwa dia tidak merasakan hal yang sama. Dia sudah bahagia dan memang seharusnya sudah bahagia tanpaku, atau segala urusan yang berhubungan denganku. 

Maafkan aku Tuhan, aku masih belum sepenuhnya menetralkan hati. Aku tidak tahu bagaimana caranya pergi atau membunuh perasaanku ini. Sekalipun aku mencintainya seorang diri.


Salam sayang,

S.N.R.

Maafkan Aku, Tuhan...

Hari ini, Jum'at 4 November 2016. Saudara muslim setanah airku turun melakukan aksi damai menuntut keadilan atas seseorang yang telah menistakan firman Tuhanku. Aku ingin ikut, berada di barisan menggemakan takbir dan menegaskan langkahku di jalan Tuhan. Sebut saja bagian dari jihad. Tapi aku tidak bisa melakukan hal demikian.

Maafkan aku, Tuhan. Aku tidak bisa turut meneriakkan asmaMu menuju dada para petinggi negeri ini. Aku hanya tahu bahwa restuMu ada dalam restu kedua orang tuaku. Aku tidak ingin membuat mereka bersedih atas apa yang tidak mereka kehendaki. Aku tetap ingin menjadi mujahidahMu, Ya Tuhan. Aku ingin berjalan bersama saudara-saudaraku dan guru-guruku dengan tegak membela agamaku atas cintaku padaMu.

Tuhan, aku tahu Kau Maha Tahu bagaimana keadaanku saat ini. Dari kejauhan aku berdo'a untuk negeri ini, untuk perjuangan mereka. Ampuni aku yang berada pada keadaan abu-abu. Aku mencintaiMu.


Salam sayang, 

S.N.R.

Kamis, 03 November 2016

Jangan Bersedih

Aku tidak tahu harus menulis apa lagi saat ini selain tentang perasaan. Detik ini aku baru saja berpapasan dengan lelaki itu dan aku tidak merasa benar-benar baik-baik saja. Ada sedih yang tak bisa aku jelaskan, percayalah. Aku mencintainya dan kenyataan menuliskan bahwa dia (mungkin) bukan untukku. Aku yakin aku kuat menerimanya. Walau sebetulnya sangat berat.

Tuhan Yang Maha Baik mengantarkan aku pada sebuah keadaan yang aku butuhkan, membuatku lebih kuat dan lebih bahagia nantinya. Jangan bersedih, sekalipun sebetulnya aku memang bersedih. Aku ingin berada dalam keadaan netral, di mana aku tidak perlu banyak mengkindar dari kenyataan. Kadang aku tersiksa sendiri. Dan aku tahu bahwa siksaan itu datang dari harapan-harapanku yang mati. 

Ini gila. Aku merasakannya lagi. Kesedihan mendalam yang tidak pernah mampu aku jelaskan. Rasa kehilangan yang begitu cepat dan sedikit menyakitkan. Tapi aku mengerti bahwa Tuhan mencintaiku lebih dari aku mencintai siapapun di dunia ini. Dia bukan ingin aku bersedih, Dia hanya ingin aku belajar dan mengerti bahwa Dia tidak pernah pergi.

Duniaku yang tidak terlalu manis. Tidak ada lagi yang kutunggu selain kematian. Aku hanya ingin hidup lebih abadi setelah kematianku berkali-kali. Aku tidak ingin terlena lagi, aku tidak ingin bersedih lagi.

Jangan bersedih. Tidak ada yang benar-benar datang dan tidak ada yang benar-benar pergi. Aku tak kehilangan apapun dan siapapun. Aku harus bahagia. Mencintai Tuhan berkali-kali lagi. Tidak pernah meninggalkannya. 

Tuhan, aku mencintaiMu!

Salam sayang,

S.N.R.

Belajar Memperbaiki Diri

Aku bukan orang yang suci. Aku masih banyak dosa dan kesalahan. Aku ingin menjadi perempuan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Aku ingin bisa membatasi diri dari banyak hal. Dari maksiat, dari perbuatan dosa, dari laki-laki. Aku lelah berharap pada manusia. Aku ingin menemui Tuhanku. Tuhan yang tidak pernah meninggalkan aku. Aku ingin menemuiNya setiap waktu, setiap kali darahku mengalir. 

Aku ingin menemui segala yang begitu aku rindukan. Rasulullah saw. Aku ingin menjadi perempuan yang mencintai kebaikan. Jika diberi kesempatan, aku ingin menutup diriku. Menutup diri dari yang membutakan mataku. Dari segala keburukan. Dari segala yang melalaikan. Aku ingin kembali, aku ingin kembali.

Aku ingin ikhlas dan memasrahkan kehidupanku pada takdir Tuhan saat ini.


Salam sayang, 

S.N.R.

Rabu, 02 November 2016

Belajar Ikhlas

Aku sedang belajar ikhlas. Ikhlas adalah kata yang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Mengikhlaskan sesuatu atau seseorang sangat sulit. Sangat sulit. Tapi ikhlas menjadi salah satu cara untuk bahagia. Terlebih mengikhlaskan segala yang begitu dicintai.

Aku sedang belajar mengikhlaskan. Mengikhlaskan kenangan, mengikhlaskan perjalanan, mengikhlaskan seorang kekasih. Tapi Tuhan tidak pernah pergi. Dia dengan senang hati menuntun tanganku untuk menujuNya. Aku mengikhlaskan takdirku.

Aku sedang tidak berhasrat mencintai siapapun saat ini kecuali Tuhan. Dan tidak ada lagi yang layak untuk aku cintai kecuali Tuhan. Aku ingin mencintai apapun dan siapapun atas restu Tuhan. Meski aku tahu akan banyak godaan.

Mengikhlaskan bukan hal mudah. Terlebih ikhlas dari rasa cemburu. Kadang rasanya ingin menangis saja memahami takdir yang terjadi saat ini. Menyadari seseorang yang dicintai berada di pelukan orang lain dan membayangkan banyak hal, tentu itu sangat terdengar bodoh. 

Ikhlas terbaik adalah kembali kepada Tuhan. Sesulit apapun itu. Tidak ada yang lebih baik dari itu. Tuhan berkata bahwa aku jangan tertalu lama meratap. Dia bersamaku. Tidak ada yang bisa memahami perasaanku sehebat Dia. Aku mencintaiNya, sangat mencintaiNya. 

Dia sandaran terbaik. Dia tidak ingin aku menjadi perempuan yang murah dan mudah. Dia hanya ingin aku menjadi hamba cantik milikNya yang terhormat. Dia menjaga kehormatanku, Dia sangat mencintaiku. BersamaNya aku tidak pernah bersedih. 

Jika aku bisa menjadi seorang perempuan hebat, aku ingin sehebat Sayyidah Khadijah Binti Khuwailid ra, istri tercinta Rasulullah SAW. Beliau perempuan yang aku kagumi. Perempuan tangguh yang senantiasa mencintai Rasulullah SAW dan taat kepada Allah SWT. 

Aku ingin memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan selayaknya Rabiatul Adhawiyyah. Hingga kewafatannya, Beliau hanya paham bahwa setinggi-tingginya cinta adalah Allah SWT.

Allah, Tuhan yang aku cintai. Aku hanya perempuan rendah dan terhina di hadapan Mu aku tak lebih dari binatang jalang yang mengemis cintaMu. Siapa aku, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya hamba, hamba yang selalu berdosa. Aku bukan Sayyidah Khadijah, bukan pula Rabiatul Adhawiyyah. Aku ingin memiliki cinta sekeras mereka di hadapanMu. Aku adalah kehinaan, sungguh. Tubuh dan jiwaku tidak lepas dari dosa dan dusta. Aku ingin kembali padaMu, menemuiMu dengan segala kehinaanku. 

Allah, peluk hatiku. Peluk jiwaku yang melulu tersesat dan kosong. Hampa. Aku ingin mencintaiMu selalu. Aku ingin melupakan kecintaanku kepada dunia. Aku ingin mencintai kehidupanku yang mencintaimu. Allah, aku ingin menangis, mengingat betapa durhakanya aku. Betapa bodohnya aku melupakanMu. Betapa hinanya aku yang jauh dariMu.

Aku mencintaiMu, Rabb. Aku mencintaiMu.


Salam sayang,

S.N.R.

Selasa, 01 November 2016

Halim Ghani

Halim Ghani, saya tidak mengerti mengapa saya melihat sesuatu dalam dirinya. Lelaki melayu yang berasal dari Malaysia itu memang tampan, bahkan sangat tampan. Tapi bukan sebatas dari ketampanan yang membuat saya tertarik. Wajahnya yang teduh, perangainya yang mengagumkan, dan takzimnya yang besar kepada ulama. Halim begitu mencintai ibunya dan guru-gurunya. Lebih tinggi lagi saya melihat kecintaan mendalam kepada Allah SWT. dan Rasulullah SAW. Saya hanya bisa melihat segelintir lelaki muda yang bisa sekuat itu dalam mencintai Tuhan dan utusanNya dari hati. Memuliakan gurunya.

Belum lama saya melihatnya di media sosial. Awalnya saya hanya tertarik melihat dia dan hasil foto-foto yang bagus. Menurut saya bagus, karena saya tidak terlalu memahami fotografi. Saat saya membuka akun media sosial Halim dan stalking lebih jauh, ternyata Halim adalah jamaah majelis dan begitu mencintai majelis shalawat dan ilmu. 

Saya pernah membuat komentar pada posting Halim di instagram. Dia membalas dengan bahasa yang sangat santun dan baik. Sungguh perangai lelaki yang sangat mengagumkan. Dia mampu membatasi diri dengan perempuan yang bukan mahramnya. Ah, calon suami idaman. Beruntung sekali wanita yang bisa bersanding dengan Halim di kehidupan dunia dan akhirat kelak.

Saya juga sangat mengagumi tulisan-tulisan Halim. Tulisan tentang ikhlas, tentang menjaga diri dari hal yang haram. Saya percaya Halim adalah lelaki yang banyak belajar dan dari Halim juga saya banyak belajar. Saat ini saya begitu mengagumi sosok Halim. Halim berbeda dalam banyak hal. Ketika banyak lelaki dengan label islami banyak yang mendekati perempuan-perempuan, Halim justru lebih suka membatasi dirinya sendiri. 

Saya paham bahwa saya bukan perempuan baik. Tapi saya mengagumi Halim dan ingin belajar menjadi perempuan yang baik. Perempuan milik Tuhan yang mampu menjaga diriku sebagai seorang perempuan. Perempuan yang ingin seperti Halim sebagai laki-laki, mampu membatasi diri dari banyak hal yang tidak baik sekalipun kesempatan begitu luas dan banyak. 

Kepada Halim Ghani, terima kasih kamu sudah banyak menginspirasi saya. Berkah selalu hidupmu, bahagia selalu. 


Salam,

S.N.R.