Rabu, 02 November 2016

Belajar Ikhlas

Aku sedang belajar ikhlas. Ikhlas adalah kata yang mudah diucapkan tapi sulit dilakukan. Mengikhlaskan sesuatu atau seseorang sangat sulit. Sangat sulit. Tapi ikhlas menjadi salah satu cara untuk bahagia. Terlebih mengikhlaskan segala yang begitu dicintai.

Aku sedang belajar mengikhlaskan. Mengikhlaskan kenangan, mengikhlaskan perjalanan, mengikhlaskan seorang kekasih. Tapi Tuhan tidak pernah pergi. Dia dengan senang hati menuntun tanganku untuk menujuNya. Aku mengikhlaskan takdirku.

Aku sedang tidak berhasrat mencintai siapapun saat ini kecuali Tuhan. Dan tidak ada lagi yang layak untuk aku cintai kecuali Tuhan. Aku ingin mencintai apapun dan siapapun atas restu Tuhan. Meski aku tahu akan banyak godaan.

Mengikhlaskan bukan hal mudah. Terlebih ikhlas dari rasa cemburu. Kadang rasanya ingin menangis saja memahami takdir yang terjadi saat ini. Menyadari seseorang yang dicintai berada di pelukan orang lain dan membayangkan banyak hal, tentu itu sangat terdengar bodoh. 

Ikhlas terbaik adalah kembali kepada Tuhan. Sesulit apapun itu. Tidak ada yang lebih baik dari itu. Tuhan berkata bahwa aku jangan tertalu lama meratap. Dia bersamaku. Tidak ada yang bisa memahami perasaanku sehebat Dia. Aku mencintaiNya, sangat mencintaiNya. 

Dia sandaran terbaik. Dia tidak ingin aku menjadi perempuan yang murah dan mudah. Dia hanya ingin aku menjadi hamba cantik milikNya yang terhormat. Dia menjaga kehormatanku, Dia sangat mencintaiku. BersamaNya aku tidak pernah bersedih. 

Jika aku bisa menjadi seorang perempuan hebat, aku ingin sehebat Sayyidah Khadijah Binti Khuwailid ra, istri tercinta Rasulullah SAW. Beliau perempuan yang aku kagumi. Perempuan tangguh yang senantiasa mencintai Rasulullah SAW dan taat kepada Allah SWT. 

Aku ingin memiliki cinta yang mendalam kepada Tuhan selayaknya Rabiatul Adhawiyyah. Hingga kewafatannya, Beliau hanya paham bahwa setinggi-tingginya cinta adalah Allah SWT.

Allah, Tuhan yang aku cintai. Aku hanya perempuan rendah dan terhina di hadapan Mu aku tak lebih dari binatang jalang yang mengemis cintaMu. Siapa aku, aku bukan siapa-siapa. Aku hanya hamba, hamba yang selalu berdosa. Aku bukan Sayyidah Khadijah, bukan pula Rabiatul Adhawiyyah. Aku ingin memiliki cinta sekeras mereka di hadapanMu. Aku adalah kehinaan, sungguh. Tubuh dan jiwaku tidak lepas dari dosa dan dusta. Aku ingin kembali padaMu, menemuiMu dengan segala kehinaanku. 

Allah, peluk hatiku. Peluk jiwaku yang melulu tersesat dan kosong. Hampa. Aku ingin mencintaiMu selalu. Aku ingin melupakan kecintaanku kepada dunia. Aku ingin mencintai kehidupanku yang mencintaimu. Allah, aku ingin menangis, mengingat betapa durhakanya aku. Betapa bodohnya aku melupakanMu. Betapa hinanya aku yang jauh dariMu.

Aku mencintaiMu, Rabb. Aku mencintaiMu.


Salam sayang,

S.N.R.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar